Labels

Tuesday, October 14, 2014

PEMBELAJARAN INSIDE OUTSIDE CIRCLE



PEMAHAMAN MORAL DAN KARAKTER BERBASIS NILAI-NILAI LUHUR PANCASILA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INSIDE OUTSIDE CIRCLE

(MTS.NU MA’ARIF BANDAR LAMPUNG)

Dosen              : 1. Dr. Irawan Suntoro, M.S               
Mata Kuliah    : Metodelogi Penelitian
Progran Studi  : Pendidikan Kewarganegaraan
Oleh
Baidowi
1213032016




FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PEDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2014


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun proposal skripsi dengan judul pemahaman Moral dan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Luhur Pancasila Dengan Model Pembelajaran Inside Outside Circle kelas ix MTs.NU Ma’arif Bandar-lampung. Adapun penyusunan proposal skripsi ini dilakukan Sebagai Salah Satu Syarat Penyusunan Skripsi Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Pada Program S1 Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung selanjutnya proposal ini sebagai pertimbangan pihak terkait untuk dilanjutkan kebentuk skripsi. Penulis menyadari akan kekurangan dalam penyusunan proposal skripsi ini, oleh karena itu bimbingan dan arahan dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan demi hasil penelitian yang lebih baik. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pemangku mata kuliah metodelogi penelitian bapak Dr. Irawan Suntoro,M.S yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi pembaca.

Bandar lampung 25 juni 2014
Penyusun,
            ______________







DAFTAR ISI
 KATA PENGANTAR ………………………………………………………   
DAFTAR ISI ...........………………………………………………………….  
A.  Latar Belakang Masalah .........………………………………………….     
B.   Rumusan Masalah  .....…………………………………………………..     
C.  Tujuan Penelitian ....…………………………………………………….     
D.  Kerangka Pemikiran …………………………………………………….     
E.  Hipoptesis Penelitian ……………………………………………………..     
F.  Sistematika Penelitian ....…………………………………………………     
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………    









PROPOSAL SKRIPSI

Pemahaman Moral Dan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Luhur Pancasila Dengan Model Pembelajaran Inside Outside Circle

(Kelas ix Mts.Nu Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung)

A.  Latar Belakang Masalah
Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang  sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Pendidikan Kewarganegaraan berisikan tuntunan bagi siswa dalam menjalani kehidupan agar pendidikan moral pancasila menciptakan nilai-nilai luhur yang berkarakter. Dengan adanya tuntutan inilah pendidik harus lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan dan menerapkan pendidikan kewarganegaraan sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang berakibat pada peningkatan mutu pendidikan.m serta peningkatan pada sikap siswa yang berada di Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama.
Suasana belajar Pendidikan Kewarganegaraan sangat berpengaruh dalam peningkatan kualitas belajar mengajar. Apabila pembelajaran menyenangkan dapat menimbulkan minat dan motivasi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini guru harus dapat memfasilitasi siswa agar dapat meningkatkan potensi yang dimiliki oleh siswa dan membuat siswa aktif dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat tercapai.
Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan selalu dipandang sebagai pelajaran yang membosankan karena pelajaran ini sering ditemui sejak siswa merada di SD. Namun pendidikan kewarganegaraan sebenarnya sangatlah menggembirakan karena kita bisa mengetahui pendidikan moral pancasila yang tercantum dalam pelajaran kewarganegaraan. Dengan adanya pendidikan moral pancasila para siswa akan dikenali dengan pengetahuan baru yaitu menanamkan nilai-nilai luhur pancasila yang akan menghasilkan siswa yang berkarakter baik didalam Madrasah maupun dilingkungan masyarakat ketika siswa berada diluar lingkungan Madrasah siswa sudah bisa menempatkan dirinya dikalangan masyarakat ramai.
Selain pemilihan pelajaran yang tepat perlu juga memikirkan strategi pembelajaran yang bisa mengikuti irama belajar siswa, hal ini  dapat mempengaruhi pemahaman siswa. Siswa yang aktivitas belajarnya tinggi akan lebih cepat dalam bertindak untuk melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan pemahaman belajar siswa. Siswa yang aktivitas belajarnya rendah harapannya bisa memperbaiki dengan tekun mengikuti pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Sehingga siswa mengenali nilai dan moral yang terkandung dalam pancasila hingga terbentuknya karakter siswa. Dari permasalahan tersebut diatas, peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul ”  Penanaman Nilai Dan Moral Pancasila Di Lingkungan Sekolah Dengan Model Pembelajaran Inside Outside Circle (Mts.nu tanjung karang pusat bandar lampung)
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan permasalahn sebagai berikut:
  1. Bagaimana penanaman pendidikan moral  berkarakter melalui Nilai-nilai luhur pancasila di MTs.NU maarif bandar lampung
  2. Bagaimana pemahaman siswa pada mata pelajaran kewarganegaraan di MTs.NU maarif bandar lampung.
  3. Bagaimana penggunaan Inside-Outside Circledan aktivitas belajar siswa terhadap pemahaman belajar di dalam aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran kewarganegaraan di MTs.NU maarif bandar lampung
C.   Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
  1. Untuk mengetahui Penanaman pendidikan moral  berkarakter melalui Nilai-nilai luhur pancasila di MTs.NU maarif bandar lampung.
  2. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kewarganegaraan di MTs.NU maarif bandar lampung
  3. Untuk mengetahui metode pembelajaran Inside-Outside Circledan aktivitas belajar siswa terhadap pemahaman belajar.
D.   Kerangka Pemikiran
Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai hak dan kewajinan suatu warga negara agar setiap hal yang di kerjakan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa dan tidak melenceng dari apa yang di harapkan. Karena di nilai penting, pendidikan ini sudah di terapkan sejak usia dini di setiap jejang pendidikan mulai dari yang paling dini hingga pada perguruan tinggi agar menghasikan penerus –penerus bangsa yang berompeten dan siap menjalankan hidup berbangsa dan bernegara.  Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para calon-calon penerus bangsa yang sedang dan mengkaji dan akan menguasai imu pengetahuaan dan teknologi serta seni.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kompleks. Sebuah bangsa heterogen yang  terdiri atas berbagai macam suku dan bangsa yang tertampung dalam satu wadah, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka berbaur menjadi satu dengan membawa budaya dan ideologinya nya masing-masing. Akibatnya timbullah budaya-budaya dan pemikiran baru yang merupakan hasil dari proses pembauran berbagai macam budaya dan ideologi mereka yang kian hari kian menggerus nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dari dalam hati dan jiwa bangsa asli Indonesia. Apabila masalah ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin generasi-generasi muda di masa mendatang akan kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang terkenal ramah dan sopan. Untuk mencegah semakin buruknya degradasi moral bangsa Indonesia, terutama pemudanya, maka diperlukan adanya pendidikan moral dan karakter yang berbasiskan nilai-nilai luhur pancasila.
Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja sama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter mengajarkan bangsa ini, pemuda negeri ini, untuk berpikir cerdas sehingga mampu mengatasi berbagai macam masalah baru yang ada, meningkatkan kemampuan untuk berbaur dengan bangsa lain dengan tetap mempertahankan identitas dan budaya bangsanya. Dijadikannya pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu dijadikan landasan pokok dalam berpikir dan berbuat, dan hal ini mengaharuskan bangsa Indonesia untuk merealisasikan nilai-nilai Pancasila itu kedalam sikap dan perilaku nyata baik dalam perilaku hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pendidikan karakter berbasis nilai-nilai luhur Pancasila adalah media yang tepat untuk merealisasikan hal tersebut, dengan tindakan yang tepat maka akan dihasilkan pula output atau keluaran yang tepat yaitu bangsa Indonesia yang berjiwa Pancasila. Tanpa adanya realisasi atau perwujudan nyata nilai-nilai luhur tersebut, maka Pancasila hanya tinggal ucapan-ucapan tanpa makna.
Perpaduan atau kombinasi antara pendidikan moral dan pendidikan karakter yang berbasiskan nilai-nilai luhur  Pancasila akan berdampak sangat positif terhadap pembentukan karakter dan moral generasi muda bangsa Indonesia. Negara Indonesia dengan berbagai macam masalah yang mendera di dalamnya ibarat sebuah “piring yang sudah kotor”, yang apabila piring itu digunakan tanpa dibersihkan terlebih dahulu maka akan mengotori tangan pengguna berikutnya. Jadi diperlukan adanya treatment atau perlakuan khusus pada generasi muda sebagai calon penerus pemerintahan, pemegang tongkat estafet kekuasaan dan pengelola negara agar mereka tidak turut melakukan hal-hal negatif yang justru akan menimbulkan derita dan krisis berkepanjangan bagi rakyat Indonesia. Perlakuan khusus tersebut berupa penanaman dan peingkatan pemahaman mereka terhadap Pancasila dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Pembinaan generasi muda sejak dini dengan cara memperkenalkan mereka terhadap ideologi Pancasila dan pengaplikasiannya secara nyata merupakan hal mendesak yang harus segera dilaksanakan. Diperlukan andil pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia dalam proses pelaksanaanya.
Tercatat pernah terjadi beberapa konflik antar penganut agama yang berbeda di Indonesia, maupun antar pemeluk agama yang sama tetapi mempunyai sudut pandang dan pemikiran yang berbeda antar penganutnya dalam menafsirkan ajaran yang terkandung dalam agama tersebut atau bisa kita sebut “konflik antar penganut aliran yang berbeda dalam satu agama”. Konflik dengan motif agama yang pernah terjadi tersebut di antaranya adalah konflik Poso dan konflik antara pemeluk Ahmadiyah dan Islam. Konflik-konflik tersebut menjadi sejarah kelam bangsa Indonesia yang seharusnya tidak terjadi apabila nilai luhur pada Pancasila sila pertama benar-benar dihayati dan diamalkan dengan baik. Dimana saat dalam perumusannya pun sempat terjadi perbedaan pendapat antar para petinggi di negeri ini yang beragama islam dan non-muslim. Saat itu mereka yang non-muslim menuntut agar kalimat yang bermakna kewajiban menjalankan syariat-syariatNya bagi pemeluk muslim dihapus. Karena toleransi yang tinggi dan pemahaman yang baik akan perbedaan mereka sepakat untuk menghapus kalimat tersebut.
Nilai Ketuhanan Yang Maha memberikan kebebasan kepada pemeluk agama sesuai dengan keyakinanya, tak ada paksaan, dan antar penganut agama yang berbeda harus saling hormat  menghormati dan bekerjasama demi terciptanya kehidupan yang harmonis dan Indonesia yang sejahtera. Negara ini juga menjamin kemerdekaan atau kebebasan beragama dalam pasal 29 UUD 1945 ayat (2) yang bunyinya: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Kata kemerdekaan di atas mangandung pengertian keterbebasan dari penjajahan; terbebas dari paksaan; terbebas dari dikte orang lain; bebas untuk melakukan segala hal tetapi masih dalam norma-norma kewajaran; termasuk kebebasan dalam menganut suatu agama tertentu yang sesuai dengan hati nurani.
Kesadaran akan toleransi antar pemeluk agama dan kebebasan memeluk suatu agama inilah yang harusnya diberikan atau dipahamkan oleh pemerintah terhadap warganya sejak dini, agar bisa segera diimplementasikan oleh mereka dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Karena belum semua warga paham tentang hal tersebut, dan bukti nyata adalah konflik-konflik bermotifkan agama di beberapa daerah di Indonesia. Perbuatan buruk yang terjadi karena kurangnya toleransi dan rendahnya pemahaman mereka tentang kebebasan beragama.
Pelanggaran-pelanggaran akan hak asasi manusia sering kali terjadi di Indonesia, di antaranya adalah dalam kasus Timor-Timur atau sekarang disebut Timor Leste, pembunuhan, penganiayaan, dan terorisme adalah bukti pengingkaran terhadap nilai luhur Pancasila sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila ini mengandung makna kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan mutlak hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Apabila nilai-nilai luhur dalam sila ini diamalkan maka yang timbul adalah sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan tepo seliro satu sama lain. Semua orang dengan latar belakang apapun harus diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan harus dijunjung tinggi hak asasi nya.
Perbedaan yang timbul antar kelompok masyarakat acap kali menimbulkan gesekan-gesekan yang akhirnya memicu keributan, kerusuhan, konflik atau kontak fisik, dan juga tawuran, seperti yang terjadi di Poso, Sampit, ataupun kerusuhan yang kerap terjadi antar kelompok warga di Ibukota Jakarta dan di daerah lainnya. Hal ini merupakan pengingkaran terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia. Bagaimana mungkin sebuah negara akan menjadi besar apabila rakyatnya tidak bersatu untuk mewujudkan cita-cita nasionalnya secara bersama. Apabila konflik-konflik tersebut terus terjadi, agaknya slogan kita pun ikut berubah menjadi “Bhinneka-itu sudah tidak lagi-Tunggal Ika”. Diperlukan perbaikan dan upgrade pemahaman tentang pentingnya menghargai perbedaan yang ada melalui pendidikan moral dan karakter, tidak semua yang sama itu baik, terkadang perbedaan justru akan seseorang mengerti suatu hal dari sudut pandang yang berbeda yang akan memperkaya wawasannya akan hal tersebut, dan dengan perbedaan kita juga bisa saling melengkapi satu sama lain.
Mulai melunturnya budaya musyawarah untuk mencapai mufakat atas suatu masalah yang sedang muncul juga menunjukkan tergerusnya nilai-nilai sila keempat Pancasila. Masyarakat kini cenderung untuk menyelesaikan suatu masalah dengan kekerasan. Kalaupun antar masyarakat atau pihak yang bersengketa sudah melakukan musyawarah dan mencapai suatu kesepakatan secara bersama, seringkali kesepakatan itu dilanggar dan akhirnya berujung dengan adu fisik atau bentrokan. Rendahnya sikap saling menghargai dan saling menghormati menambah pelik hal ini. Untuk meminimalisir hal buruk yang mungkin terjadi setelah hasil musyawarah ini tercapai, hendaknya wakil-wakil pihak yang bersengketa yang duduk bersama untuk bermusyawarah memiliki karakter yang kuat dan bijaksana, jujur, mempunyai moral yang baik, agar hasil mufakat mempunyai isi, bobot, dan gagasan yang kualitasnya baik.
Sila kelima Pancasila mempunyai makna suatu tata masyarakat yang adil dan makmur sejahtera lahiriah batiniah, yang setiap warga negara mendapat segala sesuatu yang telah menjadi haknya sesuai esensi adil dan beradab. Hal ini sangat berkebalikan dengan kenyataan yang dialami masyarakat Indonesia sekarang dimana tingkat kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin semakin tinggi; tingginya angka kemiskinan dan pengangguran; maraknya aksi korupsi di kalangan pejabat; ada sebagian masyarakat yang tidak mampu untuk membeli beras, hal-hal ini menunjukkan bahwa rakyat belum sejahtera lahir dan batin. Nilai “keadilan” dalam sila ini pun dipertanyakan ketika hukum di Indonesia berlaku sangat tegas untuk para pelaku kriminal tetapi sangat lembek terhadap para koruptor dan mafia-mafia kelas atas. Padahal, dampak yang ditimbulkan oleh koruptor jauh lebih luas, lebih merusak, dan lebih berbahaya daripada kejahatan-kejahatan yang ditimbulkan oleh pelaku kriminal kelas “teri” yang dampaknya sangat kecil.
Semua hal di atas menunjukkan bahwa lunturnya nilai-nilai luhur Pancasila dari dalam jiwa bangsa Indonesia menimbulkan dampak negatif yang kian menenggelamkan bangsa ini dalam masalah-masalah berkepanjangan yang tidak kunjung usai. Kemiskinan, Ketidak adilan, pelanggaran HAM, korupsi, konflik antar agama, antar suku, dan lainnya telah memperburuk wajah Indonesia di mata dunia dan membuat goresan-goresan kelam di sejarah bangsa ini. Padahal bangsa ini mempunyai Pancasila yang “sakti” yang tidak dapat diubah oleh siapapun, karena luhurnya nilai-nilai yang ia simpan, karena istimewanya ia, tetapi kini bangsa ini tidak mengenalnya lagi, tidak mengerti keluhuran dan kesaktiannya.
Bangsa Indonesia harus benar-benar menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidupnya, agar Pancasila ini tidak hanya menjadi sekedar nama tanpa rupa. Pancasila adalah hasil karya, ide, dan pemikiran para pejuang kemerdekaan, oleh karena itu marilah kita gali dan amalkan apa yang telah mengantar kita menjadi dasar negara kita, apa yang dihasilkan oleh para pahlawan kita, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang mau mengamalkan apa yang menjadi ide para pahlawannya, bangsa yang mau mewujudkan apa yang menjadi cita-cita nasionalnya dan cita-cita para pendahulunya.
Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa Pancasila dengan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya menjadi basis atau bahan utama dari pendidikan moral dan pendidikan karakter yang merupakan alat untuk membentuk keperibadian luhur, karakter, dan moral bangsa Indonesia. Dua jenis metode pendidikan tersebut akan saling bekerja sama, melebur menjadi satu, karena pada dasarnya keduanya dirancang untuk menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila kepada generasi muda. Pendidikan moral dan karakter selanjutnya harus diintregasikan atau dimasukkan ke dalam Sistem Pendidikan Nasional karena akan lebih mudah untuk diawasi kualitasnya oleh Pemerintah. Selanjutnya harus dibuat satu mata pelajaran khusus yang materinya adalah tentang bagaimana meningkatakan pemahaman siswa terhadap Pancasila dan makna atau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya untuk kemudian dilatih bagaimana cara pengaplikasiaannya di kehidupan nyata; ini merupakan kegiatan praktek yang harus dilakukan siswa atau peserta didik.  Kegiatannya pun bisa dimodifikasi sedemikian rupa oleh guru atau pendidik contohnya kerja bakti bersama masyarakat desa, games atau permainan unik sehingga peserta didik dapat mengerti pesan-pesan moral apa yang didapat dari kegiatan tersebut.
Mata pelajaran ini harus sudah ada mulai sejak SD hingga perguruan tinggi karena ini akan sangat membantu dalam pembentukan moral dan karakter generasi muda. Ini akan lebih efektif daripada seminar-seminar atau outbond bertemakan pembentukan karakter yang biasanya berlangsung hanya beberapa jam saja. Padahal untuk mencapai suatu hasil yang maksimal diperlukan usaha yang maksimal pula, tidak bisa didapatkan dengan cara-cara instant atau praktis seperti tersebut.
Diperlukan guru atau pendidik yang profesional untuk bisa membentuk moral dan karakter peserta didiknya. Karena ia tidak hanya mengajarkan nilai-nilai luhur Pancasila dengan teori saja, tetapi memberikan contoh nyata dari apa yang telah ia katakannya. Guru atau pendidik yang benar-benar menghayati dan mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila tidak hanya bertugas untuk membentuk moral dan karakter siswanya; ia juga mempunyai tanggung jawab dan mempunyai pengaruh positif di lingkungan tempat ia tinggal.
Masalah yang membelit bangsa dan negara ini sangatlah kompleks, setiap hari juga akan muncul maslah-masalah yang baru yang menuntut untuk diselesaikan dengan cara, gagasan, dan metode yang baru. Untuk itu diperlukan generasi-generasi muda yang cerdas, tangguh, bermoral baik dan memiliki karakter yang tegas dan bijaksana untuk dapat menyelesaikannya dengan cara-cara yang kreatif dan inofatif. Pendidikan moral dan karakter adalah jawaban yang tepat untuk membentuk generasi-generasi muda dengan karakter seperti tersebut.
Berdasarkan beberapa prinsip penggunaan metode mengajar diatas, maka peneliti memilih metode inside outside circle ini. Inside outside circle adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Sintaksnya adalah: Separuh dari sejumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam, siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang berada di lingkaran luar berputar kemudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan seterusnya. Dalam  penelitian ini metode pembelajaran Inside outside circle. Pembelajaran ini merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen, membentuk lingkaran luar berdiri menghadap ke dalam  dan lingkaran dalam berdiri melingkar menghadap keluar, beri persoalan materi bahan ajar pada tiap-tiap pasangan yang berhadapan disebut kelompok pasangan asal. Kemudian beri waktu untuk berdiskusi, setelah mereka berdiskusi, guru meminta kepada anggota kelompok lingkaran dalam bergerak berlawanan arah dengan anggota kelompok lingkaran luar. Setiap pergerakan akan membentuk pasangan baru. Pasangan ini wajib memberi informasi berdasarkan hasil diskusi dengan pasangan asal, sehingga hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar tersebut kemudian dipaparkan sehingga terjadi diskusi antar kelompok besar.  Inside outside circle merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (Agus Suprijono, 2010:97)  untuk melibatkan lebih banyak siswa yang menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Guru dapat memberi ulasan maupun mengevaluasi hal-hal yang telah didiskusikan. Guru menggunakan struktur enam  langkah seperti berikut :
Langkah 1 : Pembentukan Kelompok lingkaran luar dan lingkaran dalam
Guru membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 8 orang dan kepada setiap anggota berdiri membentuk lingkaran dalam melingkar menghadap keluar dan lingkaran luar berdiri melingkar menghadap ke dalam. Dengan demikian antara anggota lingkaran dalam dan lingkaran luar saling berpasangan disebut kelompok asal.
Langkah 2 : Memberikan Tugas
Guru memberi tugas tiap-tiap pasangan asal itu sesuai dengan indikator pembelajaran yang dirumuskan .
Langkah  3 : Berdiskusi
Memberikan waktu secukupnya untuk berdiskusi kepada tiap-tiap pasangan.
Langkah 4: Bergerak berputar lingkaran dalam dan lingkaran luar membentuk pasangan baru 
       Setelah mereka berdiskusi, guru meminta kepada anggota kelompok lingkaran dalam bergerak berlawanan arah dengan anggota kelompok lingkaran luar. Setiap pasangan terbentuk pasangan baru. Pasangan ini wajib memberi informasi berdasarkan hasil diskusi dengan kelompok asal, demikian seterusnya. Pergerakan akan berhenti jika anggota kelompok lingkaran dalam dan lingkaran luar bertemu dengan pasangan asal.  Hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar tersebut dipaparkan sehingga terjadilah diskusi antar kelompok.
Langkah 5 : Penilaian dan mengevaluasi
       Guru memberikan ulasan dan mengevaluasi hal-hal yang telah didiskusikan
E.   Hipoptesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah jawan sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis yang dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya.
Dari suatu penelitian yang harus diuji kebenarannya melalui jalan riset. Dengan kata lain hipotesisi merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin salah yang membutuhkan pembuktian atau diuji kebenarannya.
Dari gambaran diatas dapat diajukan hipotesisnya sebagai berikut :
H0 :  Diduga dapat meningkatkan pemahaman Moral dan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Luhur Pancasila  dengan menerapkan model pembelajaran inside outside circle pada siswa kelas IX Mts tahun pelajaran 2013/2014
H1 :      Diduga tidak dapat meningkatkan pemahaman pelajaran Moral dan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Luhur Pancasila  dengan menerapkan model pembelajaran inside outside circle pada siswa kelas IX Mts tahun pelajaran 2013/2014
F.  Sistematika Penelitian
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terbagi kedalam lima bab, sebagai berikut :
Bab I adalah Pendahuluan ; terdiri atas Latar Belakang Masalah,Identifikasi Masalah, Perumusan Masalah, Pemecahan Masalah, TujuanPenelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penelitian.
Bab II adalah Kajian Pustaka. Melalau pelajaran kewarganegaraan dengan pemahaman moral dan karekter berbasis nilai-nilai luhur pancasila melalui media ICT.
Bab III adalah Metode Penelitian; terdiri atas Pendekatan Penelitian, Kancah Penelitian, Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian, Subyek Penelitian, Prosedur Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Pengumpulan data, Teknik Pengumpulan data, dan Analisis Data.
Bab IV adalah Hasil Dan Pembahasan Penelitian ; terdiri atas Deskripsi Hasil  Penelitian, dan Pembahasan.
Bab IV adalah Kesimpulan Dan Saran-Saran; terdiri atas Kesimpulan, dan Saran-saran.











DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Reni dan Hawadi. 2001. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta : Grasindo.
B. Adam. Macam-macam metode pembelajaran. Diakses dari  http://store.cc.cc/ Macam_macam_Metode_Pembelajaran_g1g177821 Pada tanggal 30 Mei 2012.
http://coffeebreak45.blogspot.com/2012/03/metode-pembelajaran-inside-outside.html

No comments:

Post a Comment