Tugas Perdana_Resume 1
Nama : Baidowi
Npm : 1213032016
Kelas : Genap/B
BAB I. PENGERTIAN HUKUM
INTERNASIONAL
a.
Pengertian
Hukum Internasional
Hukum
internasional ( international law) atau hukum internasional publik ( public
international law) merupakan sebuah istilah yang lebih populer dibandingkan
dengan hukum bangsa-bangsa ( law of nation) dan hukum antar negara ( inter
state law) karena kedua istilah hukum
tersebut dianggap tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan. Hukum internasional
saat ini tidak hanya mengatur hubungan
antar bangsa dan hubungan antar negara saja tetapi hukum internasional telah berkembang pesat
sedemikian rupa, sehingga subjek-subjek negara tidaklah terbatas pada negara
saja seperti pada awal perkembangan hukum internasional.
Menurut
Mochtar Kusumaatadja, hukum internasional (publik) adalah keseluruhan kaidah-
kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur
hubungan perdata yang melintasi batas negara- negara. Bila kata
internasional pada hukum internasional
publik tersebut berlaku sama untuk semua negara, maka kata internasional pada
perdata internasional yang banyak digunakan oleh negara-negara common law,
hanya menunjukkan bahwa ada unsur asing dalam fakta-fakta yang ditemukan.
Istilah
hukum internasionalr untuk hukum internasional yang juga cukup popular adalah
hukum transnasional. Istilah ini di gunakan oleh para pakar yang tidak setuju
dengan pembagian hukum internasional publik dan hukum pidana internasiopnal.
b.
Sifat
dan perwujudan hukum internasional
Hukum
internasional adalah hukum yag sifatnya koordinatif bukan sub-ordinatif seperti
halnya dalam hukum nasional. Sub ordinatif
maksudnya adalah hubungan tinggi rendah antara yang diperintah (rakyat)
dengan yang memerintah ( penguasa / pemerintah). Suka tidak suka, seorang warga
negara harus tunduk pada aturan yang dibuat oleh pemerintah. Tidak demikian
halnya dengan hukum internasional. Hubungan internasional dilandasi oleh
persamaan kedudukan antar anggota masyarakat. Tidak ada yang tertinggi dan yang
lain tetapi yang tertinggi dalam struktur ini adalah masyarakt internasional
itu sendiri. Dalam hukum internasional dijelaskan bahwa sanya tidak ada badan
legislative formal semacam di tingkat nasional yang memiliki kewenangan membuat
semua aturan atau perundang-undangan namun demikian tidak ada badan legislative
ini kemudian tidak ada aturan atau hukum internasional yang dihasilkan.
c.
Hukum
internasional sebagai hukum yang sesungguhnya
Melihat
sifat hukum internasional sebagaimana dipaparkan di atas tadi bahwa sanya tidak
heran bilamana banyak pihak yang meragukan eksistensi hukum internasional,
apakah hukum internasional merupakan norma hukum positif yang sesungguhnya atau
hanya sekedar norma moral berupa masalah klasik belaka. Menurut Austin hukum
internasional bukanlah hukum yang sesungguhnya karena untuk dikatakan sebagai
hukum internasional harus memenuhi dua unsur yaitu,Ada badan legislative
pembentuk aturan serta aturan tersebut dapat dipaksakan.
Berbeda
dengan Austin, oppenheim pakar hukum lain megemukakan bahwa hukum internasional
adalah hukum yang sesungguhnya (reality law) karena ada tiga syarat yang harus
dipenuhi oleh hukum internasional untuk dikatakan sebagai hukum internasional,
yaitu:
1. adanya
aturan hukum
2. adanya
masyarakat
3. serta
jaminan dari luar ( exsternal power)
d.
Kekuatan
mengikat hukum internasional
Sebagaimana
dikemukakan diatas dalam hukum internasional tidak ada badan suprasional yang
otoritas membuat dan memaksakan suatu aturan internasional, tidak ada aparat
yang berwenang menindak langsung negara
yang melanggar hukum internasional, serta hubunganya dilandasi dengan hubungan yang
koordinatif bukan sub-ordinatif. Namun
demikian ternyata masyarakat internasional mau menerima hukum internasional
sebagai hukum yang sesungguhnya bukan hanya sebagai moral positif saja. Dalam
kekuatan hukum internasional ada dua aliran yang mengikat dan memberikan sumbangan pada perkembangan hukum
internasional yaitu:
1.
e.
Kelemahan
hukum internasional
Demikian
ada beberapa faktor yang menjadikan hukum internasional sebagai hukum yang lemah. Yaitu:
1. Kurangnya
institusi-institusi penegak hukum:
a. Tdak
adanya polisi yang siap sedia mengawasi dan menindak pelanggar hukum internasional.
b. Meskipun
ada hakim dan jaksa di pengadilan internasional namun mereka tidak memiliki
otoritas memaksa negara pelanggar secara langsung sebagaimana yang umum terjadi
di pengadilan nasional.
c. Tidak
adanya pengadilan internasional yang memiliki yuridiksi wajib( compulsory
juridiction)
2. Tidak
jelasnya aturan- aturan hukum internasional yang ada ( unclear) sehingga hukum
internasional mendukung terjadinya
berbagai penafsiran dilapangan dan mengakibatkan kuranganya kepastian hukum.
f.
Peran
dan perkembangan hukum internasional.
Peran
Hukum internasional pada saat ini mengatur
hampir seluruh aktivitas kenegara. Yaitu:
1. Ada
Hukum tentang penggunaan laut,Udara,Ruang angkasa dan antartika.
2. Ada
hukum yang mengatur jasa telekomunikasi,pos, pengangkutan barang dan penumpang,
juga keuangan.
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan hukum internasional. Yaitu:
1. Meningkatnya
jumlah negara baru akibat proses dekolonisasi. Sebagian negara berkembang pasca
persng dunia kemudian merasakan bahwa aturan hukum internasional lebih
mengakomodasi kepentingan negara maju.
2. Muncul
bak cendawan di musim hujan setelah perang dunia kedua dan diakui kedudukanya
sebagai subjek hukum internasional pada tahun 1949.
3. Diakuinya
individu sebagai subjek hukum internasional meskipun memberikan pengakuan
secara terbatas.
4. Perkembangan
teknologi dan komunikasi.
5. Muncul
dan makin berperanya aktor-aktor non state dalam peraturan internasional
khususnya NGO.
6. Era
globalisasi.
a. Transaksi
bisnis yang dilakukan oleh pelaku usaha antar negara.
b. Melemahnya
pelaksanaan kedaulatan negara berkembang atas tekanan negara maju.
c. Pemanfaatan
hukum internasional oleh negara maju untuk berbagai kepentingan.
7. Seiring
dengan era globalisasi diatas muncul isu- isu
yang mengglobal seperti; demokrasi,ham, lingkungan hukum internasional,
dan terorisme.
g.
hukum
internasional, negara maju, dan negara berkembang.
Hukum
internasional bukanlah hukum yang netral. Sebagaimana hukum yang lainproduk manusia,
hukum internasional berpihak pada pijak yang memiliki kekuasaan,uang dan
tekhnologi.
Dalam
konteks masyarakat, hukum internasional sering digunakan sebagai instrumen
politik negara maju dan negara berkembang. Beberapa pemanfaatan hukum
internasional sebagai instrumen politik menurut hukum internasional kamahanto
adalah sebagai berikut:
1. Sebagai
pengibah konsep.
2. Sebagai
saran intervensi urusaan domestik.
3. Sebagai
alat penekan.
4. Disisi
lain hukum internasional juga bisa digunakan untuk mengolah tekanan dari pihak
lain, dalam kasus irak diatas perancis dan rusia menggunakan hukum
internasional untuk menolak tekanan amerika supaya keduanya menyetujui serangan
ke irak.
h.
Indonesia
dan hukum internasional
Sebagi
anggota massyarakat bangsa indonesia membutuhkan hukum internasional untuk
Melakukan
interaksi dengan subjek-subjek hukum yang lain. Satu manfaat terbesar yang
dirasakan oleh negara indonesia adalah diakuinya konsep negara kepulauan dalam
konvensi hukum laut PBB 1982. Yang diperjuangkan sejak deklarasi juanda 1957
dan dituangkan dalam UU No.4 prp 1960 tentang perairan indonesia yang semula
dianggap sepihak dan melanggar hukum. Keberhasilan yang lain misalnya
diterimanya argumen indonesia oleh peradilan jerman yang tidak memberikan ganti
rugi berdasarkan prinsip prompt, adequate dan efektif dalam kasus Bremen
tobacco. Sebaliknya indonesia juga sering kali gagal menggunakan hukum
internasional untuk melindungi kepentinganya. Misalnya kegagalan indonesia
memperjuangkan Geostationary Orbit sebagai bagian dari indonesia, mengingat
tempat tersebut terletak diatas katulistiwa. Kegagalan lain juga terjadi dalam
kasus sipada ligitan antara indonesia dan malaysia.
Sebagaimana
telah disinggung sebelumnya bahwa Negara maju sering kali menggunakan
perjanjian internasional untuk mencapai kepentingan negaranya. Perjanjian-
perjanjian tersebut bbanyak yang mengekang kebebasan dan kedaulatan indonesia.
Berbagai perjanjian internasional yang diikuti oleh indonesia berdampak pada
terbatasnya ruang gerak pemerintah dalam mengambil kebijakan.
BAB.II SUMBER-SUMBER
HUKUM INTERNASIONAL
A.Macam- macam sumber hukum dalam
hukum internasional
1.
Perjanjian
internasional (treaties)
Perjanjian
internasional juga berperan sebagai sarana untuk meningkatkan kerja sama
internasional, peran perjanjian internasional saat ini dapat dikatakan untuk
menggantikan hukum kebiasaaan internasional. Beberapa prinsip penting dalam
hukum internasional adalah sebagai berikut:
a. Voluntry,
tidak ada pihak yang di ikat oleh suatu treaty melalui salah satu cara yang
diakui hukum nternasional (penandatanganan, peraktifikasian, atau pengaksesian)
tanpa persetujuan.
b. Pacta
sunt servada, perjanjian mengikat seperti undang- undang bagi para pihaknya.
c. Pacta
tertiis nec nocunt nec prosunt, perjanjian tidak memberikan hak dan kewajiban
pada pihak ketiga tanpa persetujuan.
d. Ketika
seluruh pasal dalam suatu perjanjian merupakan kodifikasi hukum kebiasaan
internasional yang sudah berlaku maka seluruh isi perjanjian internasional itu
akan mengikat pada seluruh masyarakat nasional, termasuk negara yang tidak
meratifikasinya.
e. Apabila
suatu perjanjian merupakan campuran antara hukum kebiasaan yang sudah berlaku
dengan perkelmbangan yang baru( progressive development).
a.
Hukum
internasional erarki dalam treaty
Treaty
yang mengatur suatu hal yang serupa ada yang bilaterar, regional maupun
universal. Treaty tersebut tidak akan bermasalah bila isinya tidak saling
bertententangan. Namun demikian, tidak jarang beberapa ketentuan dari
perjanjian- perjanjian itu yang saling bertentangan satu sama lain.
b.
Berlaku
( entry into force) dan mengikatnya ( bound) perjanjian.
Kapan
suatu perjanjian mengikat dan kapan suatu perjanjian berlaku sangatlah penting untuk dipahami.
Pasal 24 (1) konvensi wina 1969 menetapkan bahwa berlakunya suatu perjanjian
internasional tergantung pada:
- Ketentuan perjanjian itu sendiri
- Atau apa yang telah disetujui oleh negara peserta.
c.
Perjanjian
internasional di indonesia
Perjanjian
internasional menurut UU No 24 tahun 2000 adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum
internasional dengan undang- undang bila tentang:
1. Masalah
politik,perdamaian, pertahanan dan keamanan negara.
2. Perubahan
wilayah/penetapan batas wilayah RI.
3. Kedaulatan/hak
kedaulatan bangsa.
4. Ham
dan lingkungan hukum internasional.
5. Pembentukan
kaidah hukum baru.
6. Pinjaman/
hukum internasional luar negeri.
2.
Hukum
kebiasaan internasional
a.
Unsur-unsur
hukum kebiasaan internasional
1) Unsur
factual
Yang dimaksud dengan
unsur factual adalah adanya praktik umum
negara- negara (general), berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama.
2) Unsur
psikologis (psychological element/opinion jurissive necessitas)
Untuk menguji keberadaan suatu hukum
kebiasaan tidak cukuphanya dengan melihat praktiknya negara-negaranya saja
tetapi perlu diketahui mengapa mereka mempraktikkan seperti itu.menentukan
hukum internasional kedua ini jauh lebih sulit dibandingkan dengan menganalisis
hukum factual karena unsur psikologis bersifat abstrak dan subjektif.
b.
Perubahan
hukum kebiasaan internasional
Suatu
hukum kebiasaan baru dapat menggantikan hukum kebiasaan yang sudah ada bila ada
sebuah negara yang bertentangan dengan hukum
kebiasaan yang sudah ada, yang didukung oleh opinion juris.
c.
Hubungan
antara hukum kebiasaan dan perjanjian internasional
Apabila
hukum kebiasaan internasional menetapkan kewajiban-kewajiban yang sama maka
tidak akan menimbulkan banyak masalah. Negara peserta akan terikat baik pada
perjanjian maupun hukum kebiasaannya, adapun non peserta akan terikat dengan
hukum kebiasaanya saja.
3.
Prinsip-
prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa beradap ( general principles
recognized civilized nations)
Prinsip-
prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa yang beradap pertama kali
diperkenalkan oleh statua PCIJ dengan maksud untuk menghindari masalah non
liquet dalam suatu perkara yang dihadapkan
pada hakim. Hakim tidak dapat menolak perkara yang dijatuhkan padanya
dengan alasan tidak ada hukumnya. Bila hakim tidak menemukan perjanjian juga
hukum kebiasaan yang relevan dengan kasus yang dihadapinya hakim diserahkan
untuk menggunakan prinsip hukum umum ini.
4.
Putusan
pengadilan (yurisprudensi)
Putusan
pengadilan dalam pasal 38 statua MI disebutkan sebagai sumber- sumber hukum
tambahan (subsidiary) bagi sumber- sumber hukum diatasnya. Putusan pengadilan
dikatakan sebagai sumber hukum tambahan karena sumber hukum ini tidak dapat
beriri sendiri sebagai dasar putusan yang diambil oleh hakim. Putusan
pengadilan hanya dapat digunakan untuk memperkuat sumber hukum diatasnya.
5.
Karya
hukum ( writing publicist)
sama
dengan putusan pengadilan, karya hukum atau doktrin merupakan sumber hukum
tambahan atau subsidie. Karya hukum atau apapun namanya juga siapapun yang
menghasilkanya bukanlah hukum yang megikat. Karya hukum bukanlah menciptakan
hukum meskipun itu tulisan dari Grotius, Bynkershoek, Vattel, Starke oppenheim
atau pakar lainya tetaplah hanya merupakan sebuah opini, tidak mengikat dan
bukanlah hukum. Karena bukan hukum tenti saja hakim tidak dapat memutuskan
suatu perkara dengan dasaar putusan opini starke atau para ahli lainya.
6.
Putusan
organisasi internasional
Alasan
yang dikemukakan oleh beberapa penulis hukum internasional adalah karena puusan
organisasi internasional sudah tercakup dalam kebiasaan internasional maupun
treaty. Terhadap argument ini dapat ditanggapi bahwa putusan organisasi internasionan tidaklah sama dengan keduanya.
B.Hierarki dalam hukum
internasional
1.
Hieerarki
dalam hukum internasional
Suatu
system hukum biasanya membangun atau menetapkan suatu norma hukum internasional
berdasarkan suatu sumber hukum tertentu dari mana norma itu berasal. Dalam
system hukum nasional misalnya adalah hal yang umum menempatkan nilai- nilai fundamental dalam
status konstitusi dan diutamakan dari aturan lain seperti undang- undang dan
aturan administrasi apabila terjadi konflik. Ketentuan konstitusi diutamakan
atas undang- undang. Pada dasaarnya hukum internasional hierarki aturan dan
kelembagaanya juga sangat vital system . Namun demikian prinsip hukum
internasional menurut fransisco forrest martin kurang begitu terkenal.
2.
Jus
cogens norma tertinggi dalam hukum internasional.
Jus
cogens adalah non derogable, peremptory law. Hakim terkenal rozakis
menggambarkan bahwa the concept of jus
cogens as a theoretical inference whose function is actualy discernible
throught the legal norms bearing its peculiar traits.meskipun konsep
modern jus cogens dikemukakan oleh hukum
perjanjian. Secara umum dapat dikatakan jus cogens diterapkan untuk membatasi
perjanjian.
3.
Substansi
dan hukum internasionalerarki norma jus cogens
Karakteristik
utama dari jus cogens adalah sifat nonderogable
rights dalam norma tersebut. Untuk menetapkan apakah ketentuan- ketentuan
yang ada dalam suatu perjanjian merefleksikan jus cogens atau tidak bukanlah
pekerjaan yang mudah mengingat perjanjian lebih dikenal sebagai contract of private law dari pada suatu genuine normative instruments ( C.L.
Rozakis,1976:70) perjanjian tidak menciptakan hak dan kewajiban pada pihak
ketiga tanpa persetujuan. Namun,konsep ini sudah mengalami pengikisan dengan
munculnya perjanjian- perjanjian humaniter dan HAM, yang tidak mengizinkan suspension or denunciation (L.
Hannikainen, 1988:225) dalam hukum internasional kontemporer proses pembuatan
perjanjian multlateral dan legislative in
objective hanya cara atau metodenya saja yang bersifat kontraktual.
4.
Obligation
erga omnes
Meskipun
sering dipandang sama dengan jus cogens, namun sesungguhnya, kewajiban erga
omnes berbeda dengan norma jus cogens dimana kewajiban erga omnes dapat dicabut
(derogable) dalam beberapa
situasi.dalam kasus barcelona traction light case mahkamah internasional mengemukakan
bahwa seluruh norma jus cogens menimbulkan kewajiban erga omnes.
No comments:
Post a Comment